Masih Setia Dengan Bidang Engineering - Lika-Liku Switch Career dalam Jalan Hidup Saya
Total kebutuhan Insinyur di Indonesia berkisar di angka 260 ribu orang, dan Indonesia baru dapat memenuhi 30-40% dari kebutuhan tersebut. Disaat kebutuhan semakin tinggi, persaingan pekerjaan Insinyur juga semakin ketat dimana produk dan jasa memiliki kualitas yang tinggi.
Sejak saya kecil dahulu, saya selalu tertarik dengan teknologi, bagaimana cara kerja dari suatu objek, dan bagaimana dampaknya terhadap lingkungan di sekitar saya.
Latarbelakang hidup saya sendiri sebenarnya banyak sekali cenderung penuh lika-liku dan tak linear.
Saya adalah seorang anak dari keluarga yang multikultural. Almarhum ayah saya dahulu adalah seorang kontraktor alat berat, dan keluarga ibu saya kebanyakan berasal dari keluarga pedagang. Saya sendiri lahir di Pekanbaru, Riau, dan kemudian pindah ke Kota Tangerang, Banten, sejak saya masuk kelas 5 SD. Di daerah Jabodetabek inilah saya kemudian tumbuh besar menghabiskan masa kecil, remaja, hingga dewasa.
Semasa kecil saya sebagai anak remaja di kawasan kota Metropolitan ini, saya sempat beralih karier yang membuat saya kini berkecimpung di bidang Engineering ini selepas masa sekolah SMK. Saya mengenal Engineering dengan mengikuti Balai Latihan Kerja (BLK) sejak tahun 2013, Disitu saya belajar keterampilan-keterampilan seperti mengelas, membubut, teknik sepeda motor, sampai instalasi listrik. Ini adalah titik balik di mana saya mengenal dunia Engineering.
Pada tahun 2014 selepas masa sekolah, saya pertama kalinya merasakan bekerja di sebuah kontraktor alat berat yang lokasi proyeknya terletak di wilayah Kalimantan Barat dan Tengah. Disitu, saya menjadi seorang pengurus administrasi proyek perkebunan kelapa sawit (beberapa penduduk lokal menyebut peran ini sebagai kerani) untuk menangani segala bentuk persoalan administratif, termasuk inventaris, dan laporan progress untuk dilaporkan kepada kantor Head Office di Kota yang berbeda. Ketika pertama kalinya merantau disitu, saya jadi tahu bagaimana rasanya tinggal di pedesaan, pelosok, maupun hutan, yang jauh dari segala hingar bingar perkotaan yang sudah biasa saya rasakan sejak masa kecil. Buat saya pribadi, itu pengalaman hidup yang menarik. Tapi tentu saja itu hal lain, saya datang ke situ untuk bekerja. Ketika saya bekerja di lokasi proyek, terlepas dari pekerjaan saya sebagai seorang kerani, tak jarang saya juga ikut terlibat dari aktivitas-aktivitas menangani perbaikan dan perawatan dari alat-alat berat yang digunakan. Lokasi tempat kerja yang sedemikian menantang terletak di tempat yang terpencil jauh dari perkotaan maupun kehandalan dari alat-alat berat yang ada kalanya mengalami permasalahan-permasalahan teknis membuat kami sebagai pekerja di proyek tentu saja harus ikut turun tangan. Mulai dari sinilah minat saya tentang permesinan timbul, dan akhirnya saya pun memutuskan untuk kembali ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi mengambil program studi Teknik Mesin pada tahun 2015.
Setelah saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan tingkat tinggi, akhirnya saya memperoleh gelar S.T. (Sarjana Teknik) Strata-1 saya di Fakultas Teknik Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta pada tahun 2020. Selama menempuh studi 5 tahun, saya bersyukur pernah menempuh pendidikan tersebut menjadi "orang terdidik", dan akhirnya membuka pikiran dan persepsi saya lebih luas tentang apa itu sebenarnya teknik mesin (Eng: Mechanical Engineering) maupun beragam sektornya dari para mentor dan tenaga pendidik yang saya hormati. Zaman saya kuliah dulu, saya sering sekali diarahkan tentang topik-topik tentang:
- Proses manufaktur industri
- Energi dan konversi energi,
- Otomotif, bahkan sampai
- Teknik dirgantara.
Ini adalah istilah-istilah asing bagi saya tentunya ketika saya belum merasakan pendidikan tinggi. Jadi akhirnya saya menyadari bahwa "lahan" teknik mesin ini sebenarnya luas sekali ketimbang dari sekedar aktivitas atau pekerjaan yang pernah saya lakoni sebelumnya yang membuat saya awalnya hanya sekedar tertarik hingga rela berdarah-darah menamatkan studi saya di dunia Engineering selama 5 tahun di Perguruan Tinggi. Dan dari sini pun, saya juga menyadari bahwa memang pendidikan itu penting, terlepas dari apa yang digembar-gemborkan oleh media saat ini tentang pro kontra dari kalimat tersebut. Buat saya, pendidikan selain berfungsi sebagai media untuk mengemban ilmu, disitulah manusia-manusia dididik dalam hal pembentukan karakter, siap "dilatih", dan menjadi orang yang "berpendidikan".
Selepas saya menyelesaikan perkuliahan saya, pada tahun 2020 (saat itu dalam suasana wabah COVID-19) saya sempat bekerja dalam kontrak untuk sebuah distributor mesin-mesin industri di daerah Cikarang, Jawa Barat sebagai seorang teknisi. Pekerjaan saya sebagai teknisi adalah melayani penanganan perbaikan, perawatan, pemasangan, dan pengujian dari peralatan-peralatan yang diperdagangkan kepada para customer dari berbagai industri otomotif. Ini adalah masa di mana saya mengenal sedemikian banyaknya pihak-pihak besar yang bermain di sektor otomotif, bagaimana mereka bekerja satu sama lain sebagai bagian-bagian dari serangkaian supply chain dalam sektor tersebut, apa aktivitas-aktivitas yang dikerjakan di pabrik mereka masing-masing, dsb. Karena kami sebagai teknisi pun juga datang berkunjung ke customer dalam rangka menjalankan tugas kami.
Saat ini adalah masa-masa di mana saya menjadi seorang wiraswastawan, banyak menerima pekerjaan-pekerjaan lepas, dan melayani beragam proyek yang praktis tidak terkait dengan suatu peran di mana saya berpraktik langsung di bidang engineering. Belakangan ini saya cenderung beraktivitas menjadi seorang penulis bayangan (Eng: Ghostwriter) untuk beragam dokumen-dokumen teknis. Tulisan yang selama ini saya kerjakan adalah topik-topik seputar ranah Engineering: mengerjakan sebuah dokumen untuk sebuah perusahaan Oil & Gas terbesar di Indonesia, menulis beberapa subbab untuk sebuah buku diktat universitas, dan belakangan ini tentang Quality Control.
Mengapa saya memilih kalimat tersebut pada headline judul perkenalan diri saya di blog ini?
Saya hanya ingin katakan bahwa buat saya, hidup itu terus belajar.
Saya sangat sadar bahwa lulus dari bidang akademik itu hanyalah suatu permulaan dari perjalanan karir.
Tapi saya tetap mencoba setia untuk mengasah spesialisasi yang saya peroleh dari prospektus jurusan, bahkan jika perlu aspek lain terkait industri di mana saya hendak berkarir sedapat mungkin saya pahami seluk-beluknya.
Saya memang tidak katakan bahwa switch career itu adalah hal yang buruk. Sama sekali tidak. Saya tidak meributkan masalah bahwa ketika seseorang bekerja di bidang yang terkesan gak nyambung, gak sesuai bidang, dan segala bentuk nada sejenis, karena saya percaya hal seperti itu sudah sangat umum, terkecuali kamu berprofesi sebagai seorang spesialis yang paham seluk beluk technical nya. Faktanya saya sendiri sebagai salah satu sample dari orang yang melakukan switch career. Tidak ada gunanya diributkan.
Tapi mengapa saya katakan demikian? Bahkan orang seperti saya dengan lika-liku peralihan karir sedemikian rupa saya jabarkan pun saya juga tetap mencoba setia memegang aspirasi karir sebagai seorang ahli dalam bidang saya. berupa mimpi dan gairah seperti ini harus tetap ada, karena seperti kata orang bilang: "Orang yang tidak punya mimpi itu sama seperti mobil tanpa supir. Memang jalan, tapi mau kemana?" Jadi buat saya impian dalam bentuk aspirasi itu jelas harus ada, berlaku untuk orang dewasa sekalipun.
Saya juga sangat sadar juga bahwa dari berbagai macam "keterikatan silly" seperti yang saya ceritakan di atas yang membuat saya sampai menjadi seperti saya di hari ini juga tidak cukup untuk membuat saya rela berdarah-darah mengejar aspirasi karir saya ke bidang engineering. Saya sangat sadar saya perlu internal Drive yang kuat, walaupun sesekali ada saatnya bisa turun naik layaknya mesin berkapasitas besar bergerak konstan memompa energi yang sekali dua kali mengalami breakdown. Lalu kemudian harus bekerja kembali. Bagi saya pribadi, mesin itu adalah berpikir. Dan dengan menulis dan melakukan learn, unlearn, dan relearn adalah salah satu cara saya memaksimalkan drive saya tersebut.
Pada paragraf awal di esai ini, saya mengutip kalimat yang pernah dilontarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia pada awal tahun 2023. Entah bagaimana ceritanya PII dapat berkata seperti itu, namun sebagai seorang yang berkecimpung di bidang Engineering saya pribadi merasa bukan itu permasalahannya. Kalaupun kutipan itu sekalipun benar, artinya panggilan saya untuk menggeluti bidang ini tentu saja berarti selaras dengan kalimat tersebut.
Lagipula kalau saya merenung kilas balik dari segala bentuk switch career yang sejauh ini saya lakoni, sebenarnya saya sendiri ternyata masih tidak lepas dengan dunia engineering. Para teman-teman alumni yang lain ada yang berkecimpung di bidang yang sejalur, ada juga yang entah beralih kemana. Sementara saya pribadi pun juga masih tetap dalam menyelami dunia engineering walaupun secara tak langsung. Dan itu adalah salah satu hal yang saya syukuri saat ini.
Prinsip saya dalam mengerjakan sesuatu, apapun yang saya kerjakan sedapat mungkin saya kerjakan dengan sungguh dan tuntas. Apapun yang saya lakukan sekarang, saya percaya bahwa itu akan bermanfaat ke depannya entah sekarang atau nanti. Akan selalu ada masanya saya menghubungkan segala titik-titik hasil dari apa yang saya miliki atau pernah saya kerjakan. Sama seperti setiap rangkaian kejadian-kejadian mulai dari awal saya mengenal engineering sedari zaman saya kecil dahulu, menjalani perkuliahan, melakoni berbagai macam pekerjaan sampai dengan hari ini.
Komentar
Posting Komentar