Mengapa Saya Menulis di Blog ini?
Pertanyaan ini sebenarnya sudah cukup lama berlalu lalang dalam pikiran saya, sampai belakangan ini ada suatu percakapan yang membuat saya merenung dan terpacu untuk melakukannya dan saya memutuskan untuk menjawabnya. Rasanya setiap penulis blog kurang afdol kalau pertanyaan model seperti ini saja tidak terjawab.
Asal muasal menyadari bakat menulis
- Yang baca adalah khalayak umum,
- Merasa tak pede,
- Merasa tulisan saya masih terbilang medioker,
- dll.
Paling kegiatan menulis yang saya nikmati hanya saya tuang dalam journal pribadi saya dalam bentuk hardcopy seperti ditunjukkan pada Gambar. Saya memang punya hobi / kebiasaan journalling, mulai dari mencatat segala macam catatan-catatan pengingat, melakukan bookkeeping untuk keuangan pribadi, atau menulis hal-hal receh apapun. Jadi memang menulis diary adalah kebiasaan yang diam-diam suka saya lakukan juga sebagai seorang cowok. Tapi percayalah, isinya memalukan kalau disebarluaskan, saya saja terkadang sampai tertawa atau merasa bodoh kalau baca catatan lama saya sendiri yang sudah usang itu. Ada momen di mana saya tergerak membaca ulang tulisan saya, lalu kemudian saya menemukan suatu kejanggalan, kekeliruan, atau beberapa hal absurd yang baru saya sadari ketika saya sekarang lebih dewasa. Hahahaha… yah, I was there and I did that.
Tapi ketika saya mendapatkan apresiasi tersebut dari seorang dosen yang saya hormati dan capable dalam bidangnya, tentu saja buat saya apresiasi beliau tersebut menyadarkan saya tentang hal ini. Entah apakah beliau hanya sekedar basa-basi atau gimana, saya tidak tahu, Hehehe…
Memangnya apa sih yang kamu lakukan pada tulisanmu, sampai orang seperti beliau bahkan berkata seperti itu?
Well... Saya hanya menaati apa yang selama ini beliau arahkan setiap kali saya melakukan sesi bimbingan, kemudian melakukan research dan belajar mandiri demi menyusun setiap subchapter dan aktivitas penelitian tugas akhir yang dikerjakan, dan itu artinya dalam benak saya tentu saja tulisannya harus layak dan sepantasnya, dong?
Itu saja sebenarnya. Tidak ada alasan yang istimewa.
Aku ingat sekali masa-masa ketika mengerjakan jawaban-jawaban esai di setiap soal ujian, menulis laporan praktikum, atau menulis buku skripsi. Yang pernah membaca dan menilai tulisan jawabanku pasti mereka tahu ciri khas tulisanku yang serba panjang dan belibet itu. Hehehe... Yah, saya akui terkadang cara saya menulis cenderung terkesan boros kata juga memang, bahkan jika dibandingkan dengan teman-teman saya yang lain, ada yang pernah mengkomentari kalau cara saya menjawab sudah mirip seperti "menulis cerpen" ketimbang menjawab soal, padahal seharusnya hanya tinggal tuliskan poin-poin inti saja, atau menggunakan rumus-rumus tertentu, masukkan data-data dan angka yang diketahui saja yang nanti berujung ke suatu jawaban eksak, ya sudah selesai. Apa lagi?
Tapi caraku menjawab tidak seperti itu. Aku cenderung merasa perlu untuk menulis selengkap-lengkapnya, menjelaskan dengan sistematik, supaya yang membaca nanti tahu tentang apa yang aku pikirkan dan apa yang aku ketahui.
Itu mungkin salah satu alasannya, memang itu prinsip gaya menulis yang aku anut ketika menjawab. Dan ternyata dosen saya suka dengan caraku menjawab.
Ketika menulis, aku harus bisa menjelaskan sesuatu dengan rapi. Berlaku untuk topik sepele sampai yang ribet sekalipun. Dan supaya bisa menerangkan sebaik-baiknya, artinya aku harus paham sama topiknya.
Aku bahkan sampai harus membaca puluhan artikel lain, melakukan benchmarking dengan textbook lain. Bahkan sedikit cerita dulu aku pernah sampai datang ke Bandung dari Tangerang hanya demi mendapatkan sumber literasi yang paling mujarab untuk memahami topik yang pernah aku jadikan bahan riset tugas akhir. Kemudian aku menyapu tulisannya dari A-Z biar kelihatan apa saja poin-poin utama yang mendukung argumen dan landasan teoriku. Termasuk jurnal ilmiah / textbook yang gaya menulisnya membosankan, datar tak berkarakter, dan terlalu banyak istilah asingnya itu. Dengan sabar aku baca dari awal s/d akhir (bohong sih ini, biasa aku hanya perhatikan introduction sama conclusion saja). Yah apa boleh buat, aku butuh komprehensi, intisari dan seperti apa hasilnya saja.
Mulai Aktif Menyelami Dunia Tulis Menulis
Sekitar pertengahan tahun 2022, baru saya mulai menseriusi kegiatan saya menulis.
Suatu ketika, saya dihubungi lagi dan bertemu dengan dosen pembimbing saya dulu berkat menjaga hubungan baik, di mana beliau saat itu melibatkan saya untuk menulis draf buku manual standard untuk sebuah perusahaan BUMN. Jelas suatu kehormatan rasanya bagi saya bisa dilibatkan untuk aktivitas tersebut, dengan seorang dosen yang saya hormati pula, dan untuk topik yang saya tahu ini bukan topik main-main pula mengingat bahwa yang mengajukan penulisan ini adalah perusahaan sekelas BUMN.
Lanjut setelah penulisan manual standard tersebut berhasil kami bereskan, saya masih lanjut menulis. Beliau mengajak saya untuk mengerjakan penulisan sebuah buku diktat untuk materi S2 Teknik Sistem Energi, mengerjakan beberapa subchapter tertentu sebab beliau tahu saya lebih ahli dan paham dalam topik tersebut.
Singkat cerita, saya menjadi seorang ghostwriter, alias penulis yang disewa untuk menulis buku orang lain / suatu instansi tertentu. Yang saya tidak menyangka, ternyata menulis sudah sampai menjadi bagian dari perjalanan karir saya sejak momen itu. Lambat laun dalam sepanjang jalan bekerja dengan beliau, saya juga berperan sebagai asisten beliau secara de facto. Mulai dari terlibat dalam beberapa proyek penelitian ilmiah, mewakili beliau untuk berkunjung ke eksternal kampus, sampai membantu sebagian pekerjaan administratif beliau. Sebagai seorang penulis, saya pun juga bekerja sebagai asisten dosen.
Pada saat yang bersamaan sembari melakoni kegiatan menulis tersebut sebagai pekerjaan, baru saya terpikir untuk menulis agar bisa menjangkau orang banyak.
Saya memiliki sebuah akun pada platform yang bernama Quora. Quora adalah sebuah platform sosial media tanya jawab di mana ada banyak sekali pertanyaan bersliweran diajukan oleh beragam usernya, dan kemudian banyak sekali jawaban-jawaban yang serba panjang menyerupai artikel hanya untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Sebenarnya saya sudah memiliki akun tersebut sejak tahun 2015, tapi saya telantarkan akun saya itu menjadi seorang silent reader tanpa aktivitas apapun, hanya sebagai pembaca saja, lalu kemudian barulah saya intens mengamati apa uniknya Quora ini dan memutuskan untuk menulis ke khalayak umum mulai dari sini pada tahun 2022.
Semakin aku menggiati kegiatan menulis, aku jadi sadar bahwa menulis itu sulit. Aku pernah menghabiskan waktu 30 – 60 menit hanya untuk menggoreskan paragraf awal. Bahkan bisa 2-3 jam untuk tulisan-tulisan yang formal. Maksudnya, seperti itu rencananya.
Tapi nyatanya jarang aku dapatkan sesi menulis yang berjalan lancar: yang kata-katanya keluar dengan mudahnya, alur ceritanya terstruktur rapih, dan tidak perlu banyak edit di akhir.
Seringnya aku malah berakhir bengong melihat layar laptop, menunggu kalimat pembuka yang tak muncul juga… Sudah kutulis satu paragraf, lalu kuhapus lagi, tulis lagi, edit lagi, hapus lagi, seperti kata orang bilang “Allah Yang Maha membolak-balikkan hati manusia” itu. Malah tak jarang paragraf yang sudah jadi itu masih perlu kupindahkan dari tempat aslinya.
Setelah proses yang menguras energi seperti itu, tentu saja aku ingin tulisanku membuat pembaca atau khalayak ramai yang membaca tersenyum mengangguk (sambil mengklik upvote / likes kalau ada tombolnya. Hehehe…). Pasti aku ingin kerja kerasku dihargai. Sakit hati dong kalau tidak ada yang apresiasi. Dan ketika aku klik tombol publish…
…
Krik… krik…krik…
Anyep. Tidak ada yang baca. Hahahaha… Tulisan yang aku kerjakan dengan penuh perhatian ternyata belum berhasil menarik perhatian orang. Paling ketika semesta sedang baik, hanya 1-2 orang membaca, itupun aku yakin mereka juga nyasar baca tulisanku. Rasanya saya ingat dari tulisan yang saya jawab sejauh ini ada 2 kali saya pernah menerima di Quora yang tayangannya ramai dan reaction-nya membludak. Dan sampai saat ini saya pun masih penasaran bagaimana bisa.
Lalu untuk apa saya menulis, jika tidak ada yang baca?
Well, setelah menseriusi kegiatan menulis sejak 3 tahun lalu dan menyadari sedemikian sulitnya menulis itu saya jadi sadar bahwa paling tidak dengan menulis saya mendapatkan kebaikan untuk diri sendiri.
Walaupun saya sadar tulisan saya masih medioker dan jauh dari kata layak untuk diamini oleh sejuta umat seperti para penulis legendaris yang setiap tulisannya ditunggu-tunggu itu, harapan saya tidak muluk-muluk, saya menulis pertama demi kebaikan diri saya sendiri dulu. Berikut manfaatnya:
1. Ketika menulis, pengetahuan dan wawasan saya bertambah.
Berkat menulis, saya jadi tahu banyak hal. Hampir semua penulis sebenarnya sudah berulangkali mengatakan ini dan saya pun mengamininya. Sebelum menggoreskan tulisan kita tentang suatu topik, pasti kita terdorong untuk mengetahui topik itu secara lengkap supaya tulisan kita pun komprehensif. Entah kita harus mengingat-ingat kembali pengalaman lama, membaca tulisan-tulisan lain yang terkait dengan topik tersebut, atau bahkan “menggodok / meramu” pengetahuan kita sendiri setelah banyak terekspos oleh topik yang diulas sampai menjadi ide wawasan baru sebagai produknya (bahasa dosen saya).
Intinya kita “sedikit memaksa diri kita sendiri” untuk mengetahui topik tersebut dengan sebaik-baiknya. Bahkan sampai terasa seperti saya menjadi apa yang saya baca. Yes. When you read too much, you become what you read.
2. Menjernihkan pikiran.
Kata orang menulis itu mirip seperti kita merumuskan suatu argumen yang rumit dengan koheren. Dan menjelaskan sesuatu yang sulit sampai dapat dimengerti itu memang tantangan ketika menulis. Beda sama copass atau sekedar menjiplak.
Ada yang pernah mengatakan bahwa melakukan suatu hal tidak jauh berbeda dengan menulis. Apa hubungannya berpikir dan bertindak? Ketika kita melakukan tindakan yang didasari oleh suatu pemikiran, hasilnya akan cenderung lebih produktif daripada tindakan yang didasarkan pada ketidaktahuan. Dan saya cukup setuju.
Menulis dan berpikir adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Kalau kamu tidak dapat berpikir, maka sudah dipastikan kamu tidak akan bisa menulis.
3. Meningkatkan argumen.
Dan inilah memang esensinya menulis, dan mendukung argumen tersebut pakai data. Atau jika data tidak ada, bisa cukup pakai logika atau cerita.
Untuk berargumen dengan baik, seperti yang saya katakan, kita harus mengkomunikasikannya dengan terstruktur. Mulai dari apa, kenapa, dan ditutup dengan bagaimana.
Lagi, disini kita dipaksa merapihkan argumen secara runtut supaya orang yang diajak komunikasi mengerti dan semoga saja setuju denganmu. Coba bayangkan kalau argumennya berantakan, orang tentu tidak akan mengerti. Kalau paham saja belum, gimana mau setuju?
Atau alasan-alasan yang saya sebutkan tadi terdengar terlalu basic?
Well… Saya pernah sempat terpikir untuk mempublikasikan tulisan saya lewat sebuah buku. Tapi saya yang saat ini merasa saat ini rasanya belum saatnya berada dalam level tersebut, dengan nama saya tertoreh disana. Target itu terbilang tinggi buat saya saat ini. Kalau hanya sebatas terpikir tentu sudah ada, tapi saya tidak menganggap ini adalah suatu hal yang perlu saya kejar dengan sesegera mungkin.
Saya sudah katakan menulis itu sulit. Bagaimana dengan menulis buku? Mengapa menulis buku dianggap sulit? Sorry, ini bukan anggapan, ini memang kenyataannya, memang menulis buku itu sulit. Mulai dari:
- Idenya yang pertama kali muncul tidak bisa langsung dieksekusi,
- Kemudian risetnya,
- Lalu teknis penulisannya,
- Dan terakhir penerbitnya.
Jadi saya tidak setuju dengan mereka yang menggampangkan bahwa menulis buku itu pekerjaan yang "gampang". Menulis itu sudah jelas memerlukan effort dan waktu, bahkan sampai harus melakukan riset, mencari rujukan pendukung, atau bisa sampai melakukan wawancara dan bekerjasama dengan berbagai macam pihak.
Lagipula kalau mudah pasti semua orang melakukannya, bukan?
Tapi seperti yang saya katakan tadi, semua manfaat menulis secara pribadi paling tidak bisa kita rasakan secara pribadi, walaupun saat ini belum ada orang yang baca.
Lagipula kalau dilakukan dengan konsisten, kualitas tulisan kita pasti meningkat. Dan kalau tulisan kita memang sebagus itu, suatu hari nanti orang akan menemukannya, membacanya, merasakan manfaatnya, dan menyebarluaskannya ke orang-orang lainnya.
Tapi untuk saat ini, menulislah saja dulu. Walaupun belum banyak orang yang baca.
Kembali ke pertanyaan:
Mengapa Saya Menulis di Blog ini?
Harapan saya saat ini tidak muluk-muluk. Sejak menulis sudah menjadi bagian dari perjalanan karir saya bersamaan dengan latarbelakang saya sebagai orang engineering (yang tidak sebiasanya mendiami satu tubuh), saya ingin:
- Tulisan saya abadi. Saya punya banyak sekali macam-macam catatan, ide-ide, ataupun literasi yang masih terbiarkan berserakan dalam memori saya, dan oleh sebab itu, akan lebih baik bila ini saya tuangkan di dalam artikel blog untuk menolak lupa. Kelak ketika kubuka kembali Blog ini, saya kembali bernostalgia dengan waktu, mirip seperti ketika saya menulis diary hardcopy.
- Lebih banyak menuangkan segala macam catatan-catatan pemikiran saya dalam bentuk artikel ketimbang dibiarkan usang begitu saja. Ilmu itu harus selalu diasah dan ditantang. Kalau tidak, lama kelamaan bisa tumpul, dan buat saya ini adalah penyakit.
- Mengkontribusikan literasi yang saya miliki yang boleh saja diperlukan oleh orang-orang di setiap sisi dunia. Pada saat saya mempublikasi artikel saya sangat sadar bahwa artinya saya pun juga turut serta menyumbang topik tertentu di mesin pencarian internet. Boleh saja orang katakan bahwa Google juga sudah banyak menyediakannya, tapi bedanya adalah: apa yang saya tulis adalah berdasarkan buah pikir dari apa yang saya pikirkan. Bukan orang lain.
- Bisa menulis apa saja. Selain sebagai seorang penulis, saya juga adalah seorang engineer. Saya juga seorang penyuka seni, seorang traveller, saya seorang enthusiast IT, dan pengamat topik-topik yang hangat menjadi isu sosial. Setelah saya mengamati berbagai macam penulis yang menuangkannya dalam blog pribadi mereka, saya terinspirasi untuk menuangkan beragam tulisan. Mirip seperti Quora. Syukurnya di Blog terdapat berbagai macam fitur untuk mengelompokkan segala bentuk artikel seperti itu. Misal saya ingin menulis ulang catatan engineering saya dalam sajian artikel artinya bisa saya kelompokkan sebagai kategori Engineering, jika saya ingin menulis tentang hal lain bisa saya letakkan dalam kategori "ulasan", "opini", dsb. Itu rencananya.
Akhir kata, apa yang saya tulis sekarang, saya percaya bahwa itu akan bermanfaat ke depannya entah sekarang atau nanti.
Terimakasih sudah membaca.
[Jakarta, 22 Juli 2024]
Steven William Soputra
Komentar
Posting Komentar